Ulasan Acara Sharing Catatan Perjalanan Sahabat ACI edisi Papua

Posted by Kopi Mata Angin | Posted in , , | Posted on

Ulasan Acara Sharing Catatan Perjalanan Sahabat ACI edisi Papua Hari/Tanggal: Sabtu, 12 Februari 2011
Tempat : Kedai Kopi Mata Angin, Jl. Bengawan 52, Bandung
Narasumber: Harley B. Sastha

Lihatlah dari sisi yang berbeda
Itulah pesan yang tersirat dari kisah yang disampaikan oleh Harley B. Sastha atau yang lebih di kenal dengan sebutan bang Harley dalam acara Sharing Catatan Perjalanan Sahabat ACI di Kedai Kopi Mata Angin pada Sabtu 12 Februari 2011. Bahwa ada banyak orang yang melakukan perjalanan namun sedikit sekali yang mampu mengambil hikmah dari setiap perjalanan yang dilakukannya. Kesempatan yang diperoleh dari detik.com untuk program ACI yaitu meliput salah satu suku di pedalaman Papua yaitu suku Korowai yang terkenal sebagai salah satu suku tertua yang ada hingga saat ini merupakan pengalaman yang tak terlupakan dan memperkaya jiwa petualang bang Harley yang memang telah cukup terkenal karena bukunya yang berjudul Mountain Climbing For Everybody.
Sulitnya medan dan lamanya waktu yang harus di tempuh menuju desa Basma tempat suku Korowai berada dijelaskan dan tampak dari foto-foto yang diperlihatkan oleh bang Harley. Beberapa kali bang Harley dan tim harus berhenti beristirahat dan mengisi perbekalan serta berganti alat transportasi. Rute yang diambil oleh tim adalah Merauke-Agats-Senggo-Desa Basma tempat suku Korowai berada. Untuk setiap tempat yang disinggahi bang Harley memberikan sedikit ulasan, diantaranya bang Harley menceritakan tentang Kabupaten Merauke dan Kecamatan Agats yang sempat disinggahi.

Kota di Atas Papan dan Suku Asmat
Kabupaten Merauke dikenal juga dengan istilah kota di atas papan sebab Kabupaten Merauke dibangun di atas papan pada wilayah rawa-rawa, sama sekali tak ada daratan di wilayah tersebut. Bahkan kuburan saja di tanam di dalam rawa, yang apabila air pasang maka kuburan tersebut dipastikan tergenang. Berbagai aktivitas warga dilakukan di atas papan bahkan bermain bola pun di atas papan.

Sementara itu, kecamatan Agats terkenal sebagai tempat dimana suku Asmat yang terkenal dengan ukiran kayunya berada. Bang Harley bercerita bahwa orang-orang suku Asmat dalam kegiatannya mengukir kayu hanya mengandalkan imajinasi yang ada di kepala mereka dan kemudian mereka menuangkannya pada sebatang kayu dan selama ukiran kayu tersebut belum selesai mereka akan terus mengerjakannya hingga selesai pun bila ukirannya tersebut menghabiskan satu batang pohon besar. Keindahan alam papua selalu coba bang Harley tunjukkan dan tekankan bahwa tak ada yang tak indah di sana, bahkan foto-foto yang ditayangkan masih kurang mewakili keindahan alam negeri Papua yang sebenarnya.


Suku Korowai Rawa
Lamanya perjalanan serta hambatan cuaca menyebabkan Bang Harley hanya sempat bermalam dua hari di Korowai Rawa –seperti disebutkan oleh bang Harley suku Korowai terdiri dari Korowai Rawa, Korowai Batu dan Korowai Tinggi. Dialog yang dilakukan kepada orang Korowai hanya dapat dilakukan dengan bantuan terjemahan dari Kepala Desa setempat disebabkan nyaris semua orang suku Korowai tidak bisa berbahasa Indonesia. Sisi yang menarik, hampir sebagian orang-orang suku Korowai tidak memiliki nama, entah bagaimana mereka memanggil satu sama lain.

Akses transportasi yang nyaris dikatakan tak ada, akses pendidikan yang sangat kurang dan kehidupan yang dapat dikatakan terisolasi menjadikan suku Korowai cukup terbelakang dibandingkan dengan beberapa suku lainnya di wilayah Papua. Hambatan komunikasi cukup menahan bang Harley untuk dapat lebih tahu tentang suku Korowai tersebut. Terkait dengan terkenalnya mereka sebagai suku Kanibal tidak ditampik oleh Bang Harley, namun kondisi saat ini tidaklah sama seperti dulu saat perang suku masih sering terjadi. Meski demikian, tak beda halnya dengan beberapa orang pedalaman di Indonesia, sikap mawas diri dan waspada tetap harus dikedepankan mengingat mereka cukup jarang dikunjungi oleh orang-orang dari luar wilayah tersebut.

Diceritakan juga oleh bang Harley, Korowai adalah salah satu suku di Papua yang tidak memakai koteka. Kaum lelaki suku ini memasuk-paksa-kan penis mereka ke dalam kantong jakar (scrotum) dan pada ujungnya mereka balut ketat dengan sejenis daun. Sementara kaum perempuan hanya memakai rok pendek terbuat dari daun sagu. Seperti halnya kebanyakan suku di Papua, sagu adalah makan utama mereka.

Kebudayaan suku Korowai yang terkenal adalah rumah tinggal mereka yang dibangun di atas pohon dengan ketinggian 30-40 meter dari permukaan tanah. Namun, mereka sendiri sebenarnya memiliki rumah panjang yang digunakan sebagai tempat pertemuan di dataran. Rumah-rumah pohon ditinggali dan berfungsi sebagai tempat berkumpul dan beristirahat keluarga. Setiap rumah pohon memiliki perapian dan menggunakan bahan dasar kayu, rumbai dan rotan sebagai alat pengikat, sama sekali tidak ditemui semacam paku atau pasak pada rumah pohon tersebut.

Dapat dibayangkan betapa kuat dan kokohnya rumah pohon tersebut. Alasan yang diutarakan dari membangun rumah pohon tersebut adalah untuk menghindari serangan musuh, nyamuk dan hewan buas. Sayangnya bang Harley hanya memiliki waktu singkat untuk mengeksplor lebih dalam lagi bagaimana proses transfer knowledge yang terjadi serta makna lebih dalam dari tujuan pembangunan rumah pohon tersebut.



Semangat Aku Cinta Indonesia dari seorang Guru dan Tentara Penjaga Perbatasan
Melihat dari sisi yang berbeda, saat bang Harley berkisah tentang orang-orang yang sempat di temuinya selama perjalanan. Dua tokoh yang bang Harley sering sebutkan adalah seorang guru muda yang berusia 25 tahun yang mendedikasikan keilmuannya dengan mengajar sekolah di Kecamatan Agats.

Pertemuan bang Harley dengan guru muda tersebut terjadi saat bang Harley menumpang ojek dan ternyata profesi tukang ojek tersebut adalah kerjaan sambilan dari seorang guru sekolah. Sosok guru yang dalam arti yang sebenarnya memberikan pengabdian kepada negara hingga ke pelosok timur sana. Seseorang yang juga dikagumi oleh bang Harley dalam perjalanannya ini adalah bapak Aiptu Ma’ruf, penjaga perbatasan yang dengan jiwa nasionalisme serta keikhlasan diri yang tinggi membangun taman Sota, di wilayah Perbatasan NKRI - Papua New Guinea. Pak Ma'ruf adalah seorang anggota POLRI yang sangat berdedikasi tinggi, mencoba memberikan yang terbaik untuk negeri ini dengan memelihara tugu perbatasan hingga menjadi taman yang Indah sejak tahun 2004. Sebuah pengabdian besar, senyum tulusnya melambangkan seorang prajurit POLRI sejati.

Merauke-Agats-Senggo-Desa Basma adalah pelosok nun jauh di wilayah Timur Indonesia. Meski kondisi penduduk di sana dalam keterbatasan namun semangat Cinta Tanah Air dapat terlihat dari setiap penduduk yang ditemui oleh bang Harley dan tim. Berangkat dari semangat merekalah bang Harley dan tim bertekad menyebarkan semangat Cinta Tanah Air kepada kawan-kawan yang berada ribuan kilometer dari Papua dan selayaknya kita di sini pun memiliki semangat yang tak kalah dengan saudara-saudara kita di sana.

(FK)

Comments Posted (0)

Posting Komentar